1. Kerak Telor Jakarta
Membahas soal makanan khas dari
Jakarta pastinya akan langsung tertuju pada Kerak Telor. Makanan khas yang saat
ini hanya bisa ditemui pada event Jakarta tertentu ini ternyata masih banyak
diminati oleh sebagian warga Jakarta. Pada dasarnya, kita semua tahu bahwa
kuliner khas indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi kelezatannya. Hampir di
seluruh wilayah indonesia memiliki kuliner khas masing-masing daerah. Dan anda
tentu pernah dengar atau merasakan penganan khas yang satu ini yaitu kerak
telor.
Kerak Telor, mendengar nama
makanan ini tentunya kita semua pasti tahu kuliner khas jakarta yang tidak perlu
diragukan lagi cita rasa dan kelezatannya. Tentunya kamu pernah mecoba makanan
khas yang satu ini. Kerak Telor biasanya menjadi makanan yang paling dicari
para pengujung Jakarta Fair atau yang lebih kita kenal sekarang PRJ. Karena
jarang bahkan sangat susah untuk kita jumpai makanan khas jakarta ini di
hari-hari biasa.
Menurut sejarah Kerak Telor sudah
ada pada zaman Belanda menjajah Indonesia pada waktu dulu. Dimana semua berawal dari coba-coba pada
puluhan tahun silam, ketika Batavia atau Jakarta masih dipenuhi oleh pohon
kelapa. Sekawanan Betawi Menteng iseng mencampurkan antara ketan, kelapa parut
dan bumbu dapur lainnya. Iseng-iseng banyak tetangga yang suka. Pada 1970-an
mereka pun mulai mencoba peruntungan dengan berjualan resep uniknya tersebut di
daerah Monas. Ternyata laku keras bahkan seolah sampai menjadi ciri khas
Betawi. Kerak telor sempat menjadi makanan elit khas Betawi yang terkenal
kelezatan rasanya.
Kerak telor merupakan warisan
masa lalu dimana aat itu kota yang bernama Jakarta masih banyak ditumbuhi pohon
kelapa . Karena dahulu hasil kelapa sangat melimpah yang membuat Jakarta masa
lalu bernama sunda kelapa. Buah kelapa yang pada saat itu sangat berlimpah
sangat dimanfaatkan oleh penduduk Jakarta untuk membuat aneka masakan seperti Nasi
Uduk, Soto Betawi, Kerak Telor dan makanan khas Jakarta lainnya. Tidak heran
jika kuliner khas Jakarta begitu banyak mengandung santan.
Cara membuat masakan ini cukup
unik. Saat Kerak Telor sudah setengah matang maka wajan akan dibalik dan
dibiarkan terkena bara api sambil dikipasi agar bara api tetap menyala. Setelah
agak kering dan matang barulah Kerak Telor siap untuk disajikan. Bahan-bahan
Kerak Telor terbuat dari nasi dan ketan aron setengah matang yang dicampur
dengan telur ayam atau telur bebek beserta bumbunya. Mudah-mudahan makanan khas
Jakarta ini bisa tetap bertahan di tengah-tengah persaingan dan serbuan fast
food barat.
2. Soto Banjar
Soto banjar adalah soto khas suku
Banjar, Kalimantan Selatan dengan bahan utama ayam serta memiliki aroma harum
rempah-rempah seperti kayu manis, biji pala, dan cengkih. Ada kalanya pembuatan
kuah soto banjar dapat dicampurkan dengan sedikit susu yang membuat warna
kuahnya mejadi tidak bening, tetapi sedikit keruh. Soto ini berisi daging ayam
yang sudah disuwir-suwir, dengan tambahan perkedel, kentang rebus, rebusan
telur, potongan wortel dan ketupat.
Seperti halnya soto ayam, bumbu
soto Banjar berupa bawang merah, bawang putih dan merica, tetapi tidak memakai
kunyit. Bumbu ditumis lebih dulu dengan sedikit minyak goreng atau minyak samin
hingga harum sebelum dimasukkan ke dalam kuah rebusan ayam. Rempah-rempah
nantinya diangkat agar tidak ikut masuk ke dalam mangkuk sewaktu dihidangkan.
Penjual soto Banjar biasanyan
juga menyajikan sate ayam sebagai menu pendamping. Nasi sop adalah sebutan
untuk soto Banjar yang dikuahkan ke sepiring nasi.
3. Mie Aceh
Aceh memang unik, tidak hanya
dari segi adat dan budayanya, sederet makanan khas juga dimiliki oleh provinsi
yang berada di ujung Sumatera ini. Tengok saja beberapa kuliner yang sangat
terkenal dari Aceh seperti Ayam tangkap, kopi Aceh, Kuah Pliek, Kuah Asam Keung,
atau Mie Aceh.
Mie Aceh merupakan masakan mie
pedas khas dari Aceh. Mie yang berwarna kuning dan tebal ditambah dengan irisan
daging sapi, daging kambing, maupun makanan laut (udang dan cumi) yang
disajikan dengan sup sejenis kari yang gurih dan pedas. Mie Aceh sendiri ada
dua jenis, yaitu Mie Aceh Goreng (bentuknya kering dan digoreng) serta Mie Aceh
kuah (bentuknya seperti sup). Mie aceh dilengkapi dengan irisan bawang goreng
dan disajikan bersama emping, potongan bawang merah, ketimun, dan jeruk nipis.
Mie aceh adalah masakan daerah
yang sudah menyebar di Indonesia, banyak warung makan aceh yang menjual mie
aceh dan menjadi favorit bagi masyakat Indonesia. Jika dilihat dari sejarahnya,
kuliner Aceh tidak lepas dari pengaruh budaya lokal masyarakat Aceh sendiri
yang digabungkan dengan budaya asing yang akhirnya membentuk wilayah Aceh di
masa lalu. Terlebih lagi Aceh di zaman dahulu terkenal sebagai pintu atau
pelabuhan utama di wilayah Sumatera dan sekitarnya.
Jika diamati, sup mie aceh dengan
kari kental merupakan pengaruh dari masakan India, sementara mie sendiri
berasal dari resep masakan China atau Tiongkok. Penyajian dengan menggunakan
daging kambing atau sapi pasti tidak lepas dari pengaruh nilai-nilai Islam di
Aceh yang sangat kuat, sedangkan penambahan makanan lau seperti cumi dan udang
karena Aceh terletak di geografis yang dikelilingi oleh lautan seperti Selat
Malaka, Laut Andama, dan Samudera Hindia. Juga dari cara hidup masyarakat Aceh
yang bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, dan nelayan. Saat ini, Anda
bisa menemukan salah satu kuliner khas Aceh ini diseluruh kota di Indonesia
bahkan mie yang terkenal lezatnya ini bisa Anda temukan di negara sekitar
Indonesia seperti Malaysia dan Australia.
Dalam satu porsi, mie aceh
memiliki beragam rasa, dari mulai manis, asam, dan asin. Bumbu-bumbunya yang
diracik dengan bahan cabai bermutu tinggi, bawang putih, kemiri, ketumbar,
merica, jahe, dan rempah-rempah lainnya kemudian digiling halus sehingga
berwarna merah.
Mie aceh memang sangat terkenal.
Namun, tidak ada yang tahu persis darimana asal usul dari mie aceh itu sendiri.
Dalam buku-buku sejarah Aceh pun tidak ada yang menemukan ihwal mula dari mie
aceh. Walaupun begitu, ada yang bilang mie aceh merupakan kombinasi dari Aceh,
India, dan China dimana mie berasal dari China, India sebagai pencetus kari
yang kental dan Aceh dengan bahan-bahan yang kaya akan bumbu sehingga
terciptalah mie aceh.
4. Bika Ambon
Bika Ambon adalah kue pipih
berwarna kuning, yang permukaannya nampak seperti pori-pori kulit manusia, dan
bagian bawahnya keras, sisa dari tempaan panas di dasar loyang. Bika Ambon ini
biasa tersaji dalam potongan persegi. Saat dimakan, citarasa legit tercampur
dengan sensasi kenyal di lidah. Aroma harum pandan menyengat.
Saat mendengar nama kue Bika
Ambon, mungkin pertanyaan yang seting terlintas di benak Anda adalah mengapa
nama dan asal makanan tersebut berbeda kontras sekali. Meski menyandang nama Ambon, kue ini tidak
berasal dari Ambon, satu propinsi di bagian timur Indonesia, tetapi justru
berasal dari ibukota Medan, Sumatera Utara. Bika Ambon di kenal sebagai
penganan nusantara sebagai kuliner khas Medan, Sumatera Utara.
Sejarah Nama Bika Ambon
Nama Bika sendiri menurut sumber
terilhami dari kue khas Melayu yaitu Bika atau Bingka yang kemudian
dimodifikasi dengan menambahkan pengembang dari bahan Nira atau tuak Enau agar
dan menjadi berbeda dari kue Bika atau Bingka khas Melayu tersebut. Bika Ambon
nampaknya mulai beradaptasi mengikuti laju zamannya. Kini, Bika Ambon tidak
lagi hanya berwarna kuning, namun berbagai varian warna sudah dapat ditemukan
sesuai rasanya. Kini Bika dibuat dalam rasa pandan, namun ada juga yang
mengembangkannya dalam varian rasa lain, seperti, durian, keju, cokelat.
Kawasan yang banyak penjual Bika
Ambon adalah Kawasan Jalan Majapahit. Kawasan Jalan Majapahit sangat ramai
menjual Bika Ambon sejak 1980-an dan menjadi pusat penjualan Bika Ambon di
Medan. Pada 1970-an, Bika Ambon selalu
dihidangkan sebagai kudapan menikmati es krim.
Nama Bika Ambon memang unik.
Meski ada kata Ambon pada namanya, namun bukan berarti kue Bika Ambon berasal
dari ibukota Provinsi Maluku tersebut. Kehadiran Bika Ambon yang berbeda nama
dan lokasi asal menuai banyak kontroversi. Bika Ambon yang memang sangat nikmat
ini kemudian menjadi sangat populer di Medan dan menjadi fenomenal hingga
banyak cerita tentang asal muasal Bika Ambon.
Dalam buku Bunga Angin Portugis
di Nusantara, Jejak-jejak Kebudayaan Portugis di Nusantara (2008) karya
Paramita R Abdurrahman, disebutkan bahwa salah satu peninggalan Portugis di
Maluku adalah tradisi kuliner. Di antara berbagai jenis kuliner yang
diperkenalkan kepada penduduk setempat, satu di antaranya adalah bika. Namun tak
ada yang bisa menjelaskan bagaimana kue tersebut dibawa atau diperkenalkan oleh
orang Ambon ke Medan, atau bagaimana ia bisa bernama Bika ambon .
Cerita yang pertama mengatakan,
Bika Ambon dinamai demikian karena tempat pertama kali dijual dan popularnya
Bika Ambon adalah di simpang Jl. Ambon Sei Kera Medan. Kemudian sumber lain
mengatakan, nama Bika Ambon berasal dari seorang warga Ambon yang merantau ke
Malaysia dengan membawa kue bika. Setelah tahu rasanya enak, orang tersebut
tidak kembali ke Ambon lagi, tetapi singgah di Medan. Sehingga sejak empat
puluh tahun lalu Bika Ambon jadi sangat terkenal di Medan.
Cerita yang lain lagi mengatakan,
bahwa dahulu ada sebuah daerah bernama Amplas yang kemudian dibagi menjadi dua
wilayah, barat dan timur sungai. Sebelah barat sungai sering disebut dengan
“pabrik” karena terdapat pabrik pengolahan latex, dan sebelah timur sungai
sering disebut dengan “kebon” karena terdapat barak atau perumahan buruh dan
kebun tembakau serta cacao. Bika Ambon diceritakan diperkenalkan oleh seorang
buruh transmigran dari jawa yang membuat kue Bika Ambon dan memasarkannya di
Medan. Pada waktu itu, jarak dari Amplas ke Medan ditempuh dalam waktu
setidaknya 1 sampai 2 jam dan tempat pemasarannya adalah Kesawan, Perniagaan,
Kereta Api, dan sekitarnya. Hasilnya, orang-orang Belanda sangat menyukai rasa
kue tersebut. Hal ini kemudian membuat seorang pedagang keturunan Tionghoa
berinisiatif untuk membantu memasarkan dan bekerja sama dalam pemasaran Bika
Ambon yang dibuat oleh buruh tersebut. Akhirnya kehadiran Bika Ambon tersebut
sangat laris dan membuat warga transmigran lainnya juga ikut mengadu untung di
bisnis tersebut. Dan nama Bika Ambon sendiri berasal dari Bika “Amplas-Kebon”
yang diakronimkan menjadi “BIKA AMBON”.
Cerita selanjutnya, dikatakan
bahwa semasa zaman Belanda ketika masih ada di Tanah Deli, seorang Tionghoa
melakukan eksperimen dengan sebuah kue. Ia melakukannya di rumahnya, tidak jauh
dari kawasan Jalan Majapahit, Medan. Setelah matang, kue tersebut lalu
dicobakan pada pembantunya, seorang pria asal Ambon. Pria tersebut sangat
menyukai kue itu, hingga memakannya dengan lahap. Itulah menurut cerita ini
mengapa dinamakan Bika Ambon.
Cerita yang lainnya menganalisa
sejarah penamaan Bika Ambon berdasarkan bahasa. Menurutnya, Ambon bukanlah
istilah yang menyatakan nama jalan tempat Bika Ambon ini populer, asal orang
yang membawa Bika Ambon ini, atau akronim nama daerah asal Bika Ambon, tetapi
istilah tersebut dalam bahasa Medan berarti lembut.
Hingga kini, memang belum ada
yang berhasil memastikan sejarah bika ambon. Artinya, masih ada jejak
sosiokultur yang belum tersibak pada sepotong kue bika ambon ini. Dan, ini
menarik untuk ditelusuri.
Bika Ambon juga sering kali
dijadikan untuk sajian Lebaran. Bika Ambon memang sangat pas jika disajikan
sebagai suguhan bagi para tamu. Meski untuk membuatnya dibutuhkan waktu yang
panjang, hingga selama satu malam atau 12 jam, namun rasanya akan terbayarkan
oleh kelegitan dan kenikmatan Bika Ambon. Selain proses mendiamkan adonan yang
cukup lama, juga perlu Anda perhatikan dalam pembuatan resep Bika Ambon adalah
saat pemanggangannya.
5. Empek-Empek
Pempek atau empek-empek adalah
makanan khas Palembang yang terbuat dari daging ikan yang digiling lembut dan
tepung kanji (secara salah kaprah sering disebut sebagai "tepung
sagu"), serta beberapa komposisi lain seperti telur, bawang putih yang
dihaluskan, penyedap rasa dan garam. Sebenarnya sulit untuk mengatakan bahwa
penganan pempek pusatnya adalah di Palembang karena hampir semua daerah di
Sumatera Selatanmemproduksinya.
Pempek bisa ditemukan dengan
sangat mudah di seantero Kota Palembang; ada yang menjual di restoran, ada yang
di pinggir jalan, dan juga ada yang dipikul. Tahun 1980-an, penjual biasa
memikul satu keranjang penuh pempek sambil berjalan kaki berkeliling menjajakan
makanannya.
Menurut sejarahnya, pempek telah
ada di Palembang sejak masuknya perantau Tionghoa ke Palembang, yaitu di
sekitar abad ke-16, saat Sultan Mahmud Badaruddin II berkuasa di kesultanan
Palembang-Darussalam. Nama empek-empek atau pempek diyakini berasal dari
sebutan apek atau pek-pek, yaitu sebutan untuk paman atau lelaki tua Tionghoa.
Berdasarkan cerita rakyat,
sekitar tahun 1617 seorang apek berusia 65 tahun yang tinggal di daerah
Perakitan (tepian Sungai Musi) merasa prihatin menyaksikan tangkapan ikan yang
berlimpah di Sungai Musi yang belum seluruhnya dimanfaatkan dengan baik, hanya
sebatas digoreng dan dipindang. Ia kemudian mencoba alternatif pengolahan lain.
Ia mencampur daging ikan giling dengan tepung tapioka, sehingga dihasilkan
makanan baru. Makanan baru tersebut dijajakan oleh para apek dengan bersepeda
keliling kota. Oleh karena penjualnya dipanggil dengan sebutan
"pek-apek", maka makanan tersebut akhirnya dikenal sebagai
empek-empek atau pempek.
Namun, cerita rakyat ini patut
ditelaah lebih lanjut karena singkong baru diperkenalkan bangsa Portugis ke
Indonesia pada abad 16, sementara bangsa Tionghoa telah menghuni Palembang
sekurang-kurangnya semenjak masa Sriwijaya. Selain itu velocipede (sepeda) baru
dikenal di Perancis dan Jerman pada abad 18. Dalam pada itu Sultan Mahmud
Badaruddin baru dilahirkan tahun 1767. Walaupun begitu memang sangat mungkin
pempek merupakan adaptasi dari makanan Tionghoa seperti bakso ikan, kekian atau
pun ngohiang.
6. Serabi
Serabi berasal dari bahasa sunda
yaitu ‘sura’ yang berarti besar. Serabi sudah menjadi makanan tradisional yang
banyak digemari sejak tahun 1923. Asal usul serabi hingga kini masih
diperdebatkan.
Ada yang menyebutkan serabi
berasal dari India, namun ada juga yang mengatakan serabi mendapatkan pengaruh
panekuk yang berasal dari Belanda.
Bentuk serabi mirip dengan
pancake, hanya saja ukurannya lebih kecil dan lebih tebal. Umumnya, adonan
serabi dibuat dari tepung beras atau tepung terigu, mentega, dan telur sebagai
bahan utama. Adonan tersebut kemudian dicetak di dalam cetakan yang terbuat
dari tanah liat, dan dibakar menggunakan tungku atau kayu bakar. Secara tradisional, serabi biasanya
disajikan bersama kuah atau saus yang dibuat dari gula jawa dan santan kelapa
yang disebut dengan kinca.
Seiring berjalannya waktu, kini
sudah banyak modifikasi serabi yang ditambahkan berbagai toppingan manis dan
asin, seperti keju, daging, jagung, dan lainnya. Dan disajikan dengan tambahan
mayones atau saus cokelat.
Terdapat banyak macam serabi di
Indonesia, seperti serabi solo, serabi jakarta, serabi bandung, serabi mataram,
dan serabi modern. Hanya saja, hanya dua jenis serabi yang cukup terkenal di
Indonesia, yakni serabi bandung dan serabi solo. Kedua jenis serabi ini
memiliki perbedaan, baik dari bahan hingga penyajian yang berbeda. Jika serabi
bandung menggunakan tepung terigu sebagai bahan utamanya, maka serabi Solo
menggunakan tepung beras sebagai bahan utamanya.
Untuk penyajian, serabi bandung
biasanya disajikan bersama kinca, sedangkan pada serabi solo, santan
ditambahkan ke dalam adonan. Ada lagi
serabi minang yang banyak dijumpai di Medan, Sumatera Utara. Serabi ini
biasanya disajikan bersama kuah yang dibuat dari campuran gula dan buah-buahan,
serabi dengan kuah durian adalah jenis serabi yang paling sering dicari
7. Lumpia
Makanan khas kota Semarang
ternyata memiliki kisah menarik di baliknya. Lumpia hadir pertama kali pada
abad ke 19 dan merupakan salah satu contoh perpaduan budaya asli Tiong Hoa –
Jawa yang serasi dalam cita rasa. Semua bermula dari saat Tjoa Thay Joe yang
lahir di Fujian, memutuskan untuk tinggal dan menetap di Semarang dengan
membuka bisnis makanan khas Tiong hoa berupa makanan pelengkap berisi daging
babi dan rebung. Tjoa Thay Joe kemudian bertemu dengan Mbak Wasih, orang asli
Jawa yang juga berjualan makanan yang hampir sama hanya saja rasanya lebih
manis dan berisi kentang juga udang.
Seiring waktu bejalan, mereka
bukannya bermusuhan, malah saling jatuh cinta dan kemudian menikah. Bisnis yang
dijalankan pun akhirnya dilebur menjadi satu dengan sentuhan sentuhan perubahan
yang malah makin melengkapi kesempurnaan rasa makanan lintas budaya Tiong Hoa –
Jawa. Isi dari kulit lumpia dirubah menjadi ayam atau udang yang dicampur
dengan rebung serta dibungkus dengan kulit lumpia. Keunggulannya adalah udang
dan telurnya yang tidak amis, rebungnya juga manis, serta kulit lumia yang
renyah jika digoreng.
Jajanan ini biasanya dpasarkan di
Olympia Park, pasar malam Belanda tempat biasa mereka berjualan berdua. Oleh
karena itu makanan ini dikenal dengan nama Lumpia. Usahanya makin besar, hingga
dapat diteruskan oleh anak anaknya, mereka adalah Siem Gwan Sing, Siem Hwa Noi
yang membuka cabang di Mataram dan Siem Swie Kiem yang meneruskan usaha warisan
ayahnya di Gang Lombok no. 11. Dan juga Siem Siok Lien, anak dari Siem Swie Hie
yang lebih dikenal dengan nama Lumpia Mba Lien di Pemuda dan Pandanaran.
8. Rujak
Siapa sih yang tak mengenal
rujak? Makanan yang satu ini terkenal dengan citarasanya yang pedas dan manis.
mungkin hampir semua orang pernah mencicipi yang namanya rujak. Rujak biasanya
terdiri dari aneka buah, sayur, lengkap dengan bumbu kacangnya. Rujak ternyata
memiliki banyak variasi. Salah satunya adalah rujak manis. Rujak ini bisa
dengan mudah dijumpai pada para penjual gerobak keliling bahkan saat ini juga
menjadi menu-menu sajian di restoran ternama. Dengan kepopuleran rujak manis,
apakah sebagian besar dari kita yang memahami bagaimana sejarah serta asal
rujak manis itu sendiri. Selain rasanya yang nikmat dan segar, rupanya rujak
manis juga memiliki manfaat bagi kesehatan. Berikut adalah penjelasan singkat
tentang sejarah serta manfaat dari rujak manis.
Rujak manis berbeda dengan rujak
serut meskipun mungkin dari segi isiannya keduanya hampir sama yang mana
menggunakan berbagai jenis buah-buahan. Rujak manis disajikan tanpa diserut
terlebih dahulu. Buah-buahan yang digunakan hanya diiris dan disajikan bersama
bumbu rujak yang pedas dan manis. rujak manis biasanya menggunakan buah-buah
dengan kandungan serat tinggi yang memiliki daging keras seperti kedondong,
pepaya, bengkoang, timun, nanas, jambu air, mangga muda, dan beberapa buah
lainnya. Buah-buahan yang digunakan pun biasanya merupakan buah yang masih
setengah masak.
Untuk sejarah dan asal rujak
manis itu sendiri sebenarnya sebelum diketahui secara pasti. Makanan ini sudah
dikenal sejak jaman nenek moyang di tanah Jawa. Pada tradisi Jawa terdapat semacam
ritual selamatan tujuh bulanan untuk wanita yang sedang hamil. Ritual tersebut
diadakan pada saat usia kehamilan genap tujuh bulan yang biasanya disajikan
berbagai jenis makanan. Salah satunya adalah adanya rujak manis. berdasarkan
kepercayaan, ketika sajian rujak manis tersebut memiliki rasa yang segar dan
manis maka anak yang dikandung akan lahir berjenis kelamin perempuan. Tapi,
saat rujak yang dijadikan ternyata memiliki rasa yang sepat dan pedas maka
anaknya akan lahir laki-laki. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata salah
satu sajian makanan dalam ritual Jawa tersebut semakin banyak diminati orang.
Bahkan, ketika seorang wanita hamil muda, banyak dari mereka yang menyukai
mengkonsumsi rujak manis yang menyegarkan. Perpaduan rasa manis, pedas, asam,
dan segar dari buah-buahan membuat banyak orang menyukai salah satu kuliner
tradisional tersebut.
Selain mengetahui bagaimana asal
rujak manis, ternyata kuliner ini juga kaya akan manfaat bagi kesehatan. Dengan
beraneka buah-buahan yang digunakan dalam sajian rujak manis, tentu kuliner ini
juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Masing-masing buah yang
digunakan untuk membuat rujak memiliki kandungan vitamin dan mineral yang
sangat bagus untuk kesehatan. Beberapa jenis buah memang terasa kurang nikmat
saat dimakan langsung seperti kedondong yang begitu asam. Menyajikan kedondong
dalam sajian rujak manis akan membuatnya terasa lebih nikmat. Inilah mengapa
banyak orang menyukai kuliner rujak manis karena selain murah ternyata memang
kaya akan manfaat.
9. Lapa-Lapa
Lapa-lapa adalah makanan khas
sulawesi tenggara. Lapa-lapa mempunyai rasa yang gurih dan enak, apalagi
dikonsumsi dengan ikan kaholeonarore (ikan asin) semakin menambah selerah
makan.
Makanan ini dibuat dari beras
yang dimasak bersama-sama santan, sampai setengah matang lalu diangkat.
Kemudian didinginkan, dan selanjutnya dibungkus dengan bale (janur). Setelah
itu direbus kembali sampai matang. Supaya rasanya lebih guri, lapa-lapanya
dikukus agak lama.
Kuliner khas dari Buton Sulawesi
Tenggara ini biasa di temukan saat lebaran tiba karena lapa-lapa seperti
menjadi menu wajib bagi setiap orang di buton saat datangnya lebaran.
10. Binte Biluhuta
Binte Biluhuta (Milu Siram atau
Sup Jagung) adalah makanan khas masyarakat Gorontalo. Makanan ini merupakan sup
yang terdiri dari jagung, ikan atau udang yang di racik sedemikian rupa hingga
menghasilkan suatu menu yang sangat lezat dan panas serta memiliki tiga rasa
yang khas yakni manis, asin dan pedas. Dalam Bahasa Indonesia Binte yang
artinya jagung dan orang Gorontalo sering menyebutnya Milu sedangkan Biluhuta
artinya disiram jadi kalau diartikan namanya menjadi jagung yang disiram. Karena
berbahan dasar jagung, makanan ini dapat menghancurkan kolesterol khususnya
kolesterol jahat (LDL) dalam tubuh. Kandungan karotenoid, bioflavonoid, dan
vitamin C dalam jagung bekerja sebagai pengendali kadar kolesterol dan
meningkatkan aliran darah dalam tubuh.
Source:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Soto_Banjar
https://m.bernas.id/10391-asal-usul-mie-aceh-salah-satu-kelezatan-kuliner-nusantara.html
http://www.pariwisata.pemkomedan.go.id/artikel-23-sejarah-kenapa-bika-ambon-dari-medan.html
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pempek
http://sajiansedap.grid.id/read/10754081/sejarah-di-balik-kelezatan-serabi
http://seputarsemarang.com/sejarah-lumpia-ada-cinta-dalam-setiap-potongnya/
http://petisansuroboyo.com/artikel/asal-rujak-manis/
https://budaya-indonesia.org/Lapa-Lapa-1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Binte_Biluhuta
Comments
Post a Comment